Hadir dan mengalir
Bagi lingkungan sekitar, sosok Kak Budi tidak sekadar hadir dan mengalir, melainkan bergerak dan menggerakkan. Sepenuhnya Kak Budi meyakini betapa tugas guru bukan cuma mendidik serta mengajar. Guru adalah agen perubahan, tidak hanya bagi siswa, melainkan lebih luas lagi, yakni untuk masyarakat dan kemanusiaan.
“Selama ini, saya perhatikan, kebanyakan guru lebih sering ulang-alik antara ruang kelas dan kantor. Begitu datang; masuk kelas, jam istirahat; menghabiskan waktu di kantor. Atau kalau keluar ya ke kantin, membeli makanan. Terus ke kantor lagi, ke kelas, baru pulang. Jarang ada yang betul-betul memperhatikan lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar sekolah, makanya aspek kebersihan, keindahan, keasrian, kerindangan, dan pemberdayaan warga kerap terabaikan,” tutur Kak Budi dengan prihatin.
Guna menanggulangi hal tersebut menurut Kak Budi, sekurang-kurangnya ada dua resep yang harus dilakukan. Pertama, mengubah mindset lebih progresif. Kedua, mengedepankan semangat rela berkorban.
Tidak cuma retorika belaka, Kak Budi melaksanakan betul kedua resep itu. Manakala bertugas menjadi guru di SD Negeri 3 Sirau (1998-2004), ia mendapati fakta lingkungan sekolah yang terpencil dan masyarakat yang terkucil dari akses pendidikan memadai.
Lulus SD, tidak ada siswa yang melanjutkan sekolah. Remaja laki-laki langsung bekerja menjadi tenaga kasar, sedang yang perempuan dikawinkan. Tambah lagi, waktu itu, tidak ada jaringan listrik di daerahnya bertugas. Orang-orang lain, mungkin memandang kenyataan ini sebagai nasib mengenaskan. Sebaliknya, Kak Budi menyikapinya sebagai tantangan.
Ia tahu, siswa-siswa tidak bisa digenjot di bidang akademik, maka ia menggenjotnya dari sisi nonakademik, lewat rupa-rupa ekstrakurikuler. Tidak mudah. Pasti, dengan banyak aral menghadang, tetapi perjuangan terasa manis belaka, tatkala satu persatu siswa yang sebelumnya tidak sekalipun mendapat prestasi tingkat kecamatan.
