Pramuli Purbalingga Gelar Rakor. Ini Hasilnya……..

Pramuka Peduli (Pramuli) diminta tidak menggunakan istilah “trauma healing” dalam berkegiatan. Istilah yang seharusnya digunakan adalah “trauma preventing”. Pasalnya, “trauma healing” tidak dilakukan oleh orang yang awam atau bukan ahlinya.

Hal itu diungkapkan Anggota Satgas Pramuli Purbalingga Bidang Penanggulangan Bencana, Kak Riandini Nur Triaviani saat Rapat Koordinasi Pramuli di Umah Wayang Desa Selakambang, Senin (28 Maret 2021).

“Ini merupakan tindak lanjut penandatanganan Nota Kesepahaman Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka dengan Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia pada tanggal 28 November 2020 di Yogyakarta,” ungkapnya

Dukungan Psikologis  Awal

Ia menambahkan, dalam kegiatan pelatihan Dukungan Psikologis  Awal (DPA)  bagi relawan Pramuka Peduli (Pramuli) melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting 25 Januari  hingga  4 Februari 2021, terpetik penggunaan kata “trauma healing” atau ‘konseling trauma’ tidak sepenuhnya tepat.

Bacaan Lainnya

“Trauma healing atau trauma recovery itu merupakan tindakan terapi khusus yang dilakukan oleh ahli untuk menangani orang-orang yang memang sudah menunjukkan gejala-gejala trauma dan sudah mengganggu fungsinya sehari-hari,” katanya

Ia menegaskan, penggunaan istilah yang tepat trauma preventing bukan trauma healing. Artinya, trauma preventing merupakan DPA untuk mencegah agar apa yang dialami penyintas saat bencana tidak berlanjut menjadi trauma, karena itu disebut pencegahan atau preventing

“Untuk anggota Pramuka Peduli dan relawan lainnya dapat memberi bantuan psikososial dengan memberikan dukungan komunitas dan keluarga, yakni dukungan tradisional masyarakat dengan ruang ramah anak yang mendukung dan mengaktifkan jejaring sosial serta advokasi untuk memberi pelayanan dasar yang aman sesuai norma sosial dan melindungi martabat manusia,” ungkapnya.

Membentuk  tim DPA

Ia menambahkan, nantinya di masing-masing Kwarcab membentuk  tim DPA yang melibatkan Kakak-kakak Pramuka Peduli dan seluruh Andalan

“Ditargetkan Pramuli membentuk Tim DPA di wilayahnya,” ungkapnya.

Ia menambahkan, untuk bantuan psikososial layanan kesehatan mental yang terbagi dalam dukungan non spesialis terfokus layanan kesehatan mental dasar masuk ranah Psikolog, Psikiater, dan Perawat Kesehatan Jiwa.

“Ini dilakukan oleh dokter di fasilitas kesehatan dasar. Sedangkan dukungan emosional dasar dan praktis oleh kader kesehatan,”ungkapnya

Kak Riandini menyebut bahwa DPA merupakan serangkaian keterampilan dan pengetahuan yang digunakan untuk membantu orang dalam keadaan stres, sehingga mampu untuk menjadi lebih tenang dan merasa didukung untuk menghadapi permasalahan atau tantangannya dengan lebih baik

“Setiap orang yang terlatih dapat memberikan DPA. Misalnya para relawan, garda depan, bahkan masyarakat umum sekalipun. Dukungan sosial baru akan bermanfaat , jika yang diberikan pemberi memang sesuai dengan yang dibutuhan penerima, karena  manfaat dukungan sosial akan meningkat ketika penerima yakin dan percaya bahwa pemberi memang bersedia dan/atau mampu membantu,” tuturnya

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *