Bentuk simpati Mei Hwa barangkali baru serupa kuncup ketika Soeharto lengser keprabon, disusul huru-hara 1998 yang menyebabkan penjarahan dan pembakaran toko dan rumah milik kaum keturunan Tionghoa, termasuk pula keluarga Mei Hwa.
Lebih dari itu harga diri Mei Hwa lahir-batin bahkan turut menjadi korban: ia diperkosa beramai-ramai oleh kawanan bengal (hlm. 62, 103, 123, 183).
Novel ini merupakan representasi pagelaran keanekaragaman dan keberbagaian penduduk dalam sebuah naungan rumah besar bernama Indonesia, dalam novel ini antara lain disajikan tokoh-tokoh keturunan asli Jawa, Sulawesi, keturunan Tionghoa, keturunan Yaman beserta persinggungan dan pergumulan keyakinan mereka.
Novel ini juga menyuguhkan kenyataan getir betapa semboyan bhineka tunggal ika kadang seperti olok-olok belaka, karena perbedaan yang berada dalam naungan Indonesia justru tidak dipahami sebagai rahmat, sebagaimana firman Tuhan, namun lebih kerap menjadi pemicu sengketa dan membuat berbagai episode sejarah bangsa ini menjadi merah oleh darah.
